A. Definisi Bid'ah
Sebelum menghukumi suatu
perkara ataupun amalan dengan hukum bid’ah, maka hendaknya kita mengetahui apa
itu bid’ah dan perkara yang dihukumi bid’ah tersebut.
Bid’ah menurut bahasa
adalah “sesuatu yang baru”, dan tidak semua
yang baru itu sesat. Suatu hal yang sangat penting untuk diketahui adalah
maksud bid’ah dalam syariat. Imam As-Syatibi menyebutkan dalam kitabnya
AL-I’tisom bahwa yang dimaksud dengan bid’ah adalah sebagai berikut :
الـبِدْعَةُ
هِيَ طَرِيْـقَةٌ فِى الدِّيْنِ مُـخْتَرَعَةٌ تُضَاهِى الشَّرِيْعَةَ يُقْصَدُ
بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا اَلْـمُبَالَغَةُ فِى تَعَبُّدِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“ Bid’ah syar’iyyah adalah cara beragama yang dibuat-buat yang
dapat menandingi syari’at yang dimaksudkan untuk berlebih-lebihan dalam ibadah
kepada allah swt”.
Contoh
: menambah rakaat sholat, menambah rukun sholat, membuat sholat baru, yang
kesemua itu dimaksudkan untuk menandingi syari’at dan berlebih-lebihan. Maka
ini semua termasuk dholalah ( sesat).
Adapun
ucapan yang sering diumbar oleh orang yang suka membid’ahkan yaitu “ bid’ah
adalah sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh nabi”, jelas ini bukan definisi
bid’ah. Karena dengan kalimat ini bisa masuk semuanya, baik itu naek mobil,
bekerja di pabrik dan pekerjaan sehari-hari yang kita lakukan.
a. Pembagian
bid’ah
Sebelum kita beranjak kepada pembagian bid’ah,
terlebih dahulu kita perhatikan hadis rasulullah saw sebagai berikut :
مَنْ
سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ اَجْرُهَا وَاَجْرُ مَنْ عَمِلَ
بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئٌ وَمَنْ سَنَّ
فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ
بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مْنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ اَوْزَارِهِمْ شَيْئٌ ( رواه
مسلم)
“barang siapa yang membuat tradisi baik dalam islam maka dia
memperoleh pahala dari tradisi baik itu dan pahala orang yang mengerjakannya
tanpa berkurang sedikitpun dari pahala-pahala mereka, dan barang siapa yang
membuat tradisi jelek dalam islam maka dia akan memperolah dosa dari perbuatan
jelek tersebut dan dosa orang yang mengerjakannya tanpa sedikitpun berkurang
dari dosa-dosa mereka”. [HR.Imam Muslim].
Berdasarkan
hadis tersebut, maka jelaslah bahwa bid’ah itu dibagi menjadi dua, yaitu bid’ah
hasanah yaitu yang tidak menyalahi al-qur’an dan hadis dan yang ke dua adalah
bid’ah sayyi’ah yaitu yang menyalahi alqur’an dan hadis nabi muhammad saw.
Dengan merujuk
kepada hadis rasulullah saw tersebut juga, imam assyafi’i membagi bid’ah itu
menjadi 2 bagian, seperti yang beliau sebutkan dalam kitabnya arrisalah lil
imam assyafi’i :
اَلْمُحْدَثَاتُ
مِنَ اْلاُمُوْرِ ضَرْبَانِ مَاأُحْدِثَ مِـمَّايُخَالِفُ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ
اِجْمَاعًا اَوْ اَثَرًا فَهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلَةُ وَالثَّانِيَةُ
مَااُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ وَلاَ يُخَالِفُ كِتَابًا اَوْسُنَّةً اَوْاِجْمَاعًا
وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ
“perkara yang baru itu terbagi menjadi dua bagian, yang pertama
sesuatu yang baru yang menyalahi al-qur’an, sunnah, ijma’ (kesepakatan para
ulama’), atau atsar ( apa yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada
diantara mereka yang mengingkari), inilah bid’ah yang sesat. Yang kedua :
perkara baru yang baik dan tidak menyalahi al-qur’an, sunnah, maupun ijma’,
inilah sesuatu yang baru yang tidak tercela”.
Adapun contoh
tradisi baik ( bid’ah hasanah) yang tidak menyalahi syari’at adalah membuat
perkumpulan yang di dalam perkumpulan tersebut kita berzikir kepada allah swt,
bersholawat, membaca sejarah kelahiran rasulullah saw ( al-barzanji) dan lain
sebagainya, karena kesemua itu bisa dikembalikan kepada al qur’an dan hadis
nabi saw maupun ijma’ para ulama’. Bahkan suatu perkumpulan (majelis) yang
didalamnya terdapat orang berzikir kepada allah swt, merupakan perkumpulan yang
dibanggakan oleh allah swt , sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis rasulullah
saw.
Adapun
contoh tradisi jelek ( bid’ah sayyi’ah) yang menyalahi syari’at adalah seperti
perkumpulan orang-orang minuman keras, diskotik, joged , perkumpulan judi dan
lain sebagainya.
Saudaraku,
sepertinya sudah jelaslah dengan apa yang dimaksud dengan bid’ah yang
sesungguhnya. Bahkan yang termasuk bid’ah yang sesungguhnya adalah orang yang
selalu memecah belah ummat dengan perkataan membid’ahkan, menyesatkan bahkan
mengkafirkan.
b. Yang
pertama kali melakukan bid’ah hasanah
Disebutkan dalam sohih
al-bukhari bahwa sayyidina zaid bin tsabit berkata: “ abu bakar mengutusku
ketika terjadi pembunuhan besar-besaran atas para sahabat ( ahlul yamamah), dan
bersamanya umar bin khattab ra, abu bakar berkata : “ sungguh umar telah datang kepadaku dan
melaporkan pembunuhan atas ahlul yamamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus
terjadi pada para ahlul qur’an ( para penghafal al qur’an) lalu ia ( umar)
menyarankan kepadaku ( abu bakar) untuk mengumpulkan dan menulis al qur’an,
maka aku berkata: “ bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh
rasulullah ?, maka umar berkata padaku bahwa “ demi allah ini adalah demi
kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai allah
menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan umar”. Dan
engkau ( zaid bin tsabit) adalah pemuda yang cerdas dan kami tidak menuduhmu,
kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah al qur’an dan
tulislah alqur’an”. Lalu zaid bin tsabit berkata : “ demi allah sungguh bagiku diperintah untuk
memindahkan sebuah gunung dari gunung-gunung tidak seberat perintahmu padaku
untuk mengumpulkan al qur’an, baimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak
diperbuat oleh rasulullah saw ?”, maka abu bakar ra mengatakannya bahwa hal itu
adalah kebaikan, hingga ia pun meyakinkanku sampai allah menjernihkan dadaku
dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai
mengumpulakan al qur’an”. ( shahih bukhari hadist no. 4402 dan 6768).
Dari riwayat di atas, maka
jelaslah para sahabat yaitu sayyidina abu bakar, sayyidina umar, zaid bin
tsabit adalah yang pertama kali melakukan bid’ah hasanah.